Oleh: Dr. Dien Noviany Rahmatika, SE., MM., Ak. CA.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal
Fenomena influencer dan endorser merambah banyak sektor, termasuk investasi saham. Akhir akhir ini, sering kita lihat para influencer tampil di media tentang saham andalan mereka di media sosial baik lewat youtube, facebook, telegram, instagram, dan media sosial lainnya.
Alih alih sebagai hanya sharing dan memberikan informasi, tampaknya influencer ini menggiring opini publik untuk membeli saham yang sudah dimiliki oleh influencer tersebut.
Terlebih muncul fenomena pompom, yakni saham dipompa (pump) oleh individu atau kelompok sehingga tampak menggiurkan. Umumnya, pompomers (individu yang melakukan pompom saham) mengaku membeli saham tertentu, menghasilkan profit besar, dan kemudian mengajak orang lain juga membeli saham yang ia miliki.
Fenomena ini menjadi menarik mengingat kebanyakan dari influencer adalah selebritas yang kurang faham secara fundamental dengan analisis saham yang direkomendasikan. Padahal disatu sisi, rekomendasi mereka bisa saja dilakukan jutaan pengikutnya.
Beberapa artis bahkan dai kondang didalam platform media sosial mereka menceritakan pengalaman dalam pembelian beberapa saham unggulan. Meskipun beberapa perusahaan telah membantah, beberapa saham antara BRI Syariah (BRIS), Aneka Tambang (ANTM), Perusahaan Gas Negara (PGAS), M Cash Integrasi (MCAS), dan Waskita Karya (WSKT) dll yang disebut oleh para selebritas meroket naik secara signifikan.
Dilihat dari jumlah investor milenial dari tahun ketahun semakin mendominasi. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) bahkan mencatat bahwa jumlah investor di pasar modal sampai akhir 2020 melebihi 3,87 juta single investor identification (SID).
Jumlah tersebut meningkat 53,2% dibandingkan akhir 2019 yang mencapai 2,48 juta SID. Investor milenial atau investor yang berusia di bawah 40 tahun mendominasi jumlah investor tersebut dengan kontribusi 73,83%. Peningkatan jumlah investor milenial ini ditengarahi seirama dengan banyaknya penjualan agent fintech di pasar modal.
Disinilah bahayanya, mengingat para investor saham pemula yang tertarik masuk ke pasar modal tentu ingin menikmati keuntungan yang besar dan cepat karena saat mereka masuk ke dunia saham mereka menganggap sedang bermain saham bukan berbisnis saham.
Sebagian investor dan trader saham pemula tersebut sering kali hanya mengikuti perspektif yang disampaikan oleh para influencer tanpa mempelajari terlebih dahulu fundamental perusahaan atau saham yang akan dibeli.
Kerugian ini sudah mulai dirasakan, bahkan sampai keluar petisi daring yang diunggah pada platform change.org. Petisi yang digagas oleh pengguna dengan username Retail Bersatu Melawan Pom-pom dan diberi tajuk “Ban Pom-Pomers Saham di Indonesia!” yang ditandatangani lebih dari 5.000 orang pada (3/2/2021).
Beberapa fenomena pom-pom saham ternyata juga terjadi diberbagai belahan dunia, diantaranya adalah Amerika Serikat. Masih teringat dikita di AS, pelaku pom-pom saham bukan hanya influencer biasa namun dari kalangan pengusaha mobil listrik Tesla Inc. Hal tersebut bermula dari grup diskusi saham WallStreetBets Reddit yang mendorong sejumlah trader pemula agar membeli saham GameStop.
Saham terus melonjak, setelah pendiri Tesla Inc. Elon Musk men-tweet tautan ke utas Reddit tentang perusahaan.
Fenomena influencer saham ini memang tidak diatur secara khusus, akan tetapi berakibat buruk apabila investor tidak jeli dan salah perhitungan di pasar saham dengan hanya mengikuti influencer saja. Ketika rugi, dalih mereka hanya memberikan informasi mengenai saham yang mereka beli tanpa bermaksud untuk meminta publik membeli saham-saham tersebut. Berdasarkan UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, diatur secara rinci mengenai larangan terkait dengan unsur pelanggaran, penipuan, manipulasi harga, hingga potensi insider trading ataupun perdagangan orang dalam.
Beberapa petinggi BEI menyatakan sejatinya jika mengajak dan mengajarkan masyarakat untuk sadar berinvestasi saham di Pasar Modal itu bagus. Namun apabila mengajak dan merekomendasikan untuk membeli saham tertentu apalagi sampai menyebutkan kode saham tanpa ada analisa teknikal dan fundamental, ini yang tidak benar. Itu bisa mengarah pada potensi tuduhan pelanggaran apabila follower mengalami kerugian, pelanggaran manipulasi harga atau bahkan juga sampai dituduh melakukan insider trading.
Berikut ini adalah hal yang perlu diwaspadai oleh investor millenial terkait dengan pompom saham:
Investor millenial hendaknya tidak ‘membeli kucing dalam karung’ dan investor harus melihat kinerja perusahaan dengan sering membedah laporan keuangan emiten. Fundamental yang kuat akan jual beli saham menjadi hal yang perlu dipelajari dan tidak menelan mentah mentah rekomendasinya saham oleh para influencer.
Influencer seringkali memamerkan keuntungan pembelian saham dengan menyebutkan pemebelian perusahaan tertentu. Perlu diketahui bahwa saham merupakan instrumen beresiko tinggi dan cenderung jangka panjang yang pergerakan naik turun tergolong cepat. Influencer yang benar adalah bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang margin of safety pembelian saham. mengingatkan risiko dan dampak dari rekomendasi saham secara keseluruhan.
Alasan yang diberikan oleh para influencer saham bahwa mereka hanya sekedar sharing dan berbagi informasi kepada publik hendaknya disikapi secara serius oleh pihak berwenang. Jangan lagi ada kerugian besar yang timbul karena adanya influencer ini karena berdampak kurang baik kepada investor pemula.
Tentu saja Endorse saham atau rekomendasi saham tertentu yang dilakukan influencer harus dicermati pihak yang berwenang termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia. Pihak yang berwenang harus mencermati fenomena ini mengingat masyarakat Indonesia cenderung latah untuk membeli saham yang direkomendasikan tanpa analisis yang kuat.
Perlu adanya diskusi dan pemahaman serta edukasi yang lebih jauh kepada influencer terkait transaksi di Pasar Modal Indonesia. Dengan adanya hal ini harapannya, kedepan dengan adanya influencer ini bisa membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan pasar modal Indonesia.