TEGAL – Tanggal 2 Maret 2020 yang lalu, Presiden Joko Widodo pertama kali mengumumkan secara resmi ada warga negara Indonesia terjangkit virus corona. Ini berarti sudah satu tahun lebih virus corona (Covid-19) mewabah di Indonesia. Pandemi Covid-19 ini kemudian berimbas negatif terhadap banyak sektor. Di sektor ekonomi, misalnya, selama satu tahun terakhir terjadi penurunan daya beli masyarakat karena pendapatannya menurun.
Penurunan pendapatan ini salah satunya karena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pandemi Covid-19. Dari sisi perusahaan, kondisi ini berakibat pada melemahnya permintaan barang dan jasa sehingga harga dan produksi menurun. Penurunan harga ini kemudian berimbas pada penurunan inflasi.
Terkait inflasi, Pandemi Covid-19 mengakibatkan pola inflasi mengalami anomali. Di bulan Maret 2020, bulan awal munculnya virus corona di Indonesia, inflasi tercatat 0,10% mom (secara bulanan) dan 2,96% yoy (secara tahunan). Angka inflasi ini kemudian turun terus menerus di bulan April dan Mei 2020, kemudian naik lagi pada bulan Juni 2020. Di bulan April 2020, dimana bertepatan dengan bulan Ramadhan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan angka inflasi sebesar 0,08% secara bulanan dan 2,67% secara tahunan.
Angka ini tidak biasa untuk kondisi bulan Ramadhan, dimana jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Ramadhan di 17 tahun terakhir yang tercatat 1,21%. Di bulan Mei 2020, dimana bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, angka inflasi tercatat menurun lagi sebesar 0,07% secara bulanan atau sebesar 2,19% secara tahunan. Inflasi di bulan Mei 2020 juga dianggap sangat tidak lazim karena jauh lebih rendah dibandingkan saat Idul Fitri tahun lalu (0,55%). Angka inflasi kemudian naik tipis di bulan Juni 2020 (1 bulan setelah Ramadhan dan hari raya Idul Fitri) yaitu sebesar 0,18% secara bulanan dan sebesar 1,96% secara tahunan. Pola inflasi bulan Juni ini juga mengalami anomali.
Hal ini karena pada tahun-tahun sebelumnya inflasi biasanya akan menurun sebulan setelah Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Namun pada tahun 2020, inflasi justru mengalami kenaikan.
Pada tiga bulan berikutnya, yaitu Juli, Agustus dan September 2020, angka inflasi tercatat negatif atau mengalami deflasi. Di Juli 2020 BPS mencatat angka inflasi minus 0,1% secara bulanan atau 1,54% secara tahunan. Angka ini jauh di bawah posisi inflasi Juli 2019 (0,18% mom). Di Agustus 2020, angka inflasi turun lebih jauh lagi menjadi minus 0,05% secara bulanan atau 1,32% secara tahunan.
Angka inflasi tahunan tersebut merupakan angka terendah dalam 20 tahun terakhir sejak Mei 2000. Di September 2020, BPS mencatat angka inflasi minus 0,05% secara bulanan dan 1,42% secara tahunan. Angka deflasi di bulan September tersebut sama dengan Agustus 2020 tetapi lebih rendah dari deflasi September 2019 (-0,27%).
Untuk tiga bulan terakhir di tahun 2020, yaitu Oktober, November dan Desember, angka inflasi tercatat kembali positif dengan tren menaik.
BPS mencatat inflasi secara bulanan di ketiga bulan tersebut berturut-turut sebesar sebesar 0,07%, 0,28% dan 0,45% dan secara tahunan masing-masing sebesar 1,44%, 1,59% dan 1,68%. Sedangkan untuk tiga bulan pertama tahun 2021, angka inflasi justru menunjukan tren penurunan. Angka inflasi bulanan untuk Januari, Februari dan Maret 2021 berturut-turut mencatat 0,26%, 0,10% dan 0,08%, sedangkan secara tahunan tercatat masing-masing 1,55%, 1,38 persen dan 1,37%.
Mendasarkan angka inflasi tahunan untuk Maret 2021 tersebut tampak angka inflasi masih di di bawah target pemerintah yaitu kisaran 3±1%. Rendahnya tingkat inflasi mencerminkan rendahnya daya beli masyarakat. Secara makro kondisi ini akan berdampak pada rendahnya konsumsi yang berlanjut pada penurunan pertumbuhan ekonomi.(*).
Oleh : Abdulloh Mubarok
(Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal)