IHTIKAR: Pelaku Untung Besar, Masyarakat Semakin Susah

SINARPAGINEWS.COM, TEGAL – Masih belum hilang diingatan kita kasus langkanya minyak goreng di Indonesia. Di Februari-Maret 2022 lalu media masa, baik media cetak, TV atau online tidak pernah sepi memberitakan kasus penimbunan minyak goreng. Pada 22 Februari 2022, misalnya, media online Katadata.co.id memberitakan bahwa Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya kelangkaan minyak goreng di banyak daerah di Indonesia. Ombudsman menemukan beberapa praktik ilegal, salah satunya dugaan penimbunan minyak goreng oleh oknum suatu agen distributor. Dari 311 titik pasar maupun ritel di 34 provinsi, 77,78% titik menyediakan minyak goreng dengan terbatas. Tingkat kelangkaan tertinggi adalah ritel modern, yaitu 23,08%, sementara tingkat kelangkaan terendah ada di pasar tradisional, yaitu sebesar 16%. Kelangkaan ini menyebabkan banyak masyarakat rela mengantri guna mendapatkan minyak goreng. Kita bisa membaca berita bahwa hampir setiap daerah, masyarakat antri membeli minyak goreng subsidi dari pemerintah. 

Terkait harga, pada 1 Februari 2022 pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sebagai berikut: Minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Ketetapan HET ini berbeda dengan periode sebelumnya yang dipukul rata di angka Rp 14.000 per liter. Namun faktanya harga minyak goreng jauh melebihi HET tersebut.

 Kementerian Perdagangan, misalnya, per 22/3/2022 mencatat harga minyak goreng curah di tingkat eceran menembus Rp17.900 per liter atau naik 12,58 persen secara bulanan. Sementara itu, harga minyak goreng kemasan mencapai Rp25.000 per liter atau naik 44,51 persen jika dibandingkan dengan posisi bulan lalu. Akhirnya terhitung mulai 16 Maret 2022, pemerintah mencabut ketentuan HET di atas dan harga minyak goreng kemasan diserahkan sesuai mekanisme pasar. Adapun minyak goreng curah masih diatur harganya yaitu Rp14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Tapi anehnya setelah pencabutan HET, stock minyak goreng di pasar melimpah dengan harga melambung tinggi pada kisaran Rp23.000 sampai dengan Rp25.000 perkilogram.

Penimbunan barang dalam Syariat Islam dikenal dengan istilah Ihtikar. Ihtikar berasal dari bahasa Arab yang artinya menahan. Adapun secara terminologis artinya membeli barang, terutama kebutuhan pokok, kemudian menyimpan dan menahannya dengan maksud agar harganya naik akibat berkurangnya jumlah barang tersebut di pasar. Ketika harga naik, barang tersebut dikeluarkan dan dijual sehingga penjual mendapatkan keuntungan maksimal. Syariat Islam melarang praktik Ihktikar. Hal ini antara lain didasarkan pada dua hadist Nabi SAW. Pertama Hadist Riwayat Muslim dari Ma’mar bin Abdullah, dimana Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.”

 Kedua, Hadist Riwayat Hakim dari Al-Qasim bin Yazid dari Abu Umamah, dimana SAW berkata, “Rasulullah melarang penimbunan bahan makanan”. Imam An-Nawawi menjelaskan lanjut bahwa penimbunan yang haram adalah memborong bahan makanan saat harga barang tersebut mahal, dan tujuannya adalah untuk dijual kembali. Akan tetapi, ternyata orang tersebut tidak langsung menjual barang yang telah dia borong, namun barang tersebut dia simpan supaya harganya menjadi semakin mahal. Hasan (2020) lebih jauh menjelaskan suatu tindakan dikatakan ihtikar apabila memenuhi tiga syarat; pertama, barang yang ditimbun dilakukan secara berlebihan; kedua, orang yang melakukan penimbunan didorong niat menunggu harga barang tinggi; dan ketiga penimbunan dilakukan di saat krisis bahan pokok. 

Islam melarang praktik ihtikar karena memiliki dampak negatif besar. Dari sisi ekonomi, praktik ihtikar menyebabkan ketidakadilan distribusi keuantungan, di mana produsen mendapatkan keuntungan sangat besar sementara konsumen menderita kerugian karena produsen mengambil keuntungan di atas harga yang seharusnya. Praktek ihtikar juga menyebabkan tidak tercapainya mekanisme pasar secara alamiah. Hal ini karena produsen dapat menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal. Dari sisi etika, Praktek ihtikar masuk dalam tindakan tidak bermoral, karena menimbulkan banyak kesusahan dan kerugian bagi masyarakat luas.(***). 

Oleh: Adis Salsabila

Mahasiswa Program Studi Akuntansi FEB Universitas Pancasakti Tegal.

Sumber : https://sinarpaginews.com/pendidikan/51202/ihtikar-pelaku-untung-besar-masyarakat-semakin-susah.html

Scroll to Top