Menuju Indonesia sebagai Pusat Produsen Produk Halal Dunia

Oleh: Abdulloh Mubarok(Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal)

Dalam sambutan tertulis secara virtual yang dibacakan Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Iggi H. Achsien, di acara Opening Ceremony Road to ISEF 8th 2021 (21 Juni 2021), Menteri BUMN Erick Thohir, menyayangkan posisi Indonesia yang hanya menjadi produsen nomor lima di dunia dalam hal produksi produk halal.

Selanjutnya Erick Thohir, yang juga ketua umum MES, menjelaskan Indonesia ditargetkan menjadi produsen produk halal terbesar di dunia pada 2024.

Sebelumnya (17 November 2020), Dinar Standard dan Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), suatu lembaga riset pemerintahan Uni Emirat Arab, menyerahkan laporan bertajuk The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2020/2021 kepada Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin.

SGIE melaporkan Indonesia dalam tahun 2020 menduduki peringkat 4 dalam Global Islamic Economy Indicator (negara produsen produk halal terbesar di dunia).

Naik 1 tingkat dibanding tahun 2019 (peringkat 5) dan 6 tingkat pada tahun 2018 (peringkat 10). Dari setiap sektor penilaian, yaitu sektor Makanan, Fesyen, Kosmetik, Farmasi, Pariwisata, Keuangan Perbankan dan Media Rekreasi, Indonesia masuk kategori negara 10 besar dalam masing-masing sektor tersebut.

Tidak berlebihan kiranya jika pemerintah menargetkan Indonesia menjadi produsen produk halal terbesar di dunia pada tahun 2024. Hal ini karena Indonesia memiliki banyak modal yang dapat digerakkan untuk merealisasikan target tersebut.

Mastuki (2021) menyebut paling tidak Indonesia memiliki enam modal halal, yaitu modal religius-demografis, sosio-kultural, usaha dan dunia industri, ekonomi, regulasi dan dukungan politik dan kerja sama bilateral-multilateral. Secara demografis, terdapat 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen total penduduk Indonesia beragama Islam.

Jumlah ini sama dengan 13,1 persen populasi muslim di dunia. Besarnya penduduk muslim ini tentunya berkorelasi dengan kebutuhan konsumsi dan pemakaian produk halal. Secara sosio-kultural, di tengah-tengah masyarakat telah tumbuh kreativitas dalam menghasilkan aneka produk halal, seperti kuliner khas daerah.

Di masyarakat juga muncul trend gaya hidup halal yang tentunya berkaitan denga produk halal. Dari sisi industri, data menunjukkan jumlah pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) Indonesia telah mencapai 62 juta. Dari aspek ekonomi, terjadi pertumbuhan market share perbankan syariah.

Tercatat per Januari 2021 market share perbankan syariah ada di level 6,55%. Dari segi regulasi, sudah terbit undang undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Adapun dari segi modal hubungan bilateral dan multilateral, Indonesia telah berperan aktif di berbagai kerja sama seperti WTO, IMT-GT dan SMIIC. Kerja sama ini membuka potensi ekspor Indonesia yang semakin luas.

Agar dapat memenuhi target menjadi produsen produk halal terbesar di dunia, maka modal halal tersebut perlu digerakkan dan direalisasikan. Misalnya terkait UMKM (aspek industri), perlu diarahkan bukan hanya menjadi produsen produk lokal tetapi menjadi produsen yang produknya dapat menembus pasar global.

Terkait hal ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyarankan 4 hal, pertama mengakselerasi sertifikasi halal produk buatan Indonesia. Kedua, mengembangkan ekosistem pelaku usaha melalui integrasi antar unit usaha kelompok kecil, unit menengah, dan unit besar (industri). Ketiga, mengembangkan beberapa sektor produk terutama lima produk unggulan Indonesia, yaitu makanan, fesyen, kosmetik, wisata halal, dan energi terbarukan.

Keempat, pemasaran, baik melalui kampanye gaya hidup halal, seminar, pameran hingga penggunaan platform digital.

Langkah lain dalam mewujudkan Indonesia sebagai produsen produk halal terbesar dunia adalah memperkuat industri halal melalui pembentukan Kawasan Industri Halal (KIH) dan zona-zona halal dalam kawasan industri yang sudah ada.

Saat ini sudah ada dua kawasan industri halal yang sudah di proses Kementerian Perindustrian yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang Banten, dan SAFE n LOCK Halal Industrial Park di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur.

Sedangkan kawasan industri lain yang sedang disiapkan menjadi KIH, antara lain Kawasan Industri Bintan Inti (Bintan-Kepri), Kawasan Industri Batamindo (Batam-Kepri), Kawasan Industri Jakarta Pulogadung (DKI Jakarta), dan Kawasan Industri Surya Borneo (Kalimantan Tengah).

Terdapat beberapa tantangan dalam proses pengembangan industri halal nasional yang perlu diatasi agar target pemerintah di atas tercapai.

Ada tiga aspek tantangan, sebagaimana dijelaskan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yaitu aspek produksi, konsumsi dan ekosistem. Pada aspek produksi, tantanganya antara lain pemanfaatan potensi sumber daya alam (SDA) belum optimal, proses produksi belum efisien, daya saing industri belum kompetitif, dan literasi produsen terhadap halal rendah.

Pada aspek konsumsi, tantangannya meliputi literasi masyarakat yang masih rendah terhadap produk non halal dan turunannya.

Sedangkan, pada aspek ekosistem, tantangannya adalah regulasi halal yang belum lengkap, infrastruktur dan riset halal yang masih tertinggal.

Scroll to Top